Cerita ini dikisahkan seorang biksu pertapa di Thailand yang menyelesaikan gelar Sarjana Fisika Teori di Cambridge University, lahir di london yang kemudian takdir membawanya ke Australia melakukan berbagai seminar, bimbingan dan pelayanan terhadap siapapun.
Ada suatu saat saya mengunjungi sebuah penjara untuk memimpin kelas meditasi, seorang narapidana yang tak pernah saya jumpai sebelumnya telah menunggu untuk berbicara. Dia besar, berjanggut, dengan lengan penuh tato dan bekas luka di wajahnya. Dia bercerita bahwa dia tumbuh besar di jalanan Belfast yang penuh kekerasan. Kasus penikamannya terjadi saat baru berumur tujuh tahun seorang berandal meminta uang bekal makan siangnya, karena mendapat penolakan si berandal menikamkan pisaunya ke lengan si anak. Dia berlari pulang dengan darah mengucur dari lengannya. Ayahnya melihat sekilas pada lukanya lalu membawanya ke dapur tetapi bukan untuk membalut lukanya, sang ayah membuka laci dapur mengambil sebuah pisau dan menyuruhnya kembali ke sekolah untuk membalas menikam si penggertak. Begitulah dia dibesarkan.
Di penjara ini memiliki peternakan selayaknya peternakan di Australia namun penjara ini memiliki rumah jagalnya sendiri. Setiap napi wajib memiliki pekerjaan di penjara ini dan pekerjaan sampingan yang paling banyak dicari adalah pekerjaan di rumah jagal bahkan anda harus bertarung untuk mendapatkannya. Si raksasa Irlandia yang menakutkan itu adalah seorang penjagal. Dia berkata bahwa hewan-hewan itu akan selalu menjerit-jerit, menggeliat, meronta, dan melenguh dengan suara keras dengan caranya masing-masing, mencoba untuk melarikan diri. Hewan-hewan itu dapat mencium bau kematian, mendengar suara kematian, merasakan kehadiran maut. Dengan sebuah senapan listrik satu tembakan untuk mendiamkan, tembakan berikutnya untuk mematikan. Hewan demi hewan. Hari demi hari.
Orang Irlandia ini selalu merasa bergairah setiap kali mengalami kejadian itu, sampai beberapa hari belakangan ini, ada sesuatu yang sangat merisaukannya terjadi. Dia mulai menyumpah. Selanjutnya, dia terus mengulang, "Demi Tuhan, ini sungguhan!" Dia khawatir kalau saya tidak memercayainya. Pada hari itu mereka membutuhkan daging sapi untuk penjara-penjara di sekitar Perth. Dia menjalani hari-hari pembantaian seperti biasanya, sampai ketika seekor sapi datang mendekat, dia belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Sapi yang ini tenang bahkan tak terdengar suara lenguhan. Kepalanya menunduk ketika dia berjalan dengan penuh sengaja, dengan sukarela, perlahan-lahan menuju tempat di ujung landasan. Dia tidak menggeliat, meronta atau mencoba kabur. Begitu berada di posisinya, sapi itu mengangkat kepalanya dan memandang penjagalnya, dalam diam mencekam. Belum pernah si Irlandia ini melihat hal-hal semacam ini sebelumnya. Pikirannya menjadi mati rasa oleh kebingungan. Dia tak mampu mengangkat senapannya; pun tak mampu melepas tatapan matanya dari mata sapi itu. Sapi tersebut melihat tepat ke dalam dirinya.
Dia tergelincir ke dalam ruang tanpa waktu. Dia tak dapat memberi tahu saya berapa lama kejadian itu berlangsung, tetapi tatkala sapi itu membekukannya melalui kontak mata, dia memperhatikan sesuatu yang bahkan lebih menohoknya. Sapi memiliki mata yang sangat besar. Dia melihat pada mata kiri sapi itu, di atas kelopak bawahnya, air mulai merambang. Gumpalan air mata itu makin bertambah terus, sampai kelopak matanya tak dapat menampung lagi, air itu mulai menetes jatuh menyusuri pipinya, membentuk sungai air mata yang berkilauan tertimpa cahaya. Pintu relung hatinya mulai terbuka perlahan-lahan. Dalam ketidakpercayaan, dia melihat mata kanan sapi itu, di atas kelopak bawahnya, terkumpul lebih banyak air mata, yang terus terkumpul, melampaui daya tampung kelopaknya. Sebuah sungai air mata kedua menyusuri wajah sapi itu. Dan si besar Irlandia itu pun terkulai. Sapi itu menangis.
Dia bercerita kepada saya bahwa dia membuang senapannya, bersumpah bahwa petugas penjara boleh melakukan apa saja atas dirinya sejauh batas kemampuannya, ASALKAN SAPI ITU JANGAN DIBUNUH! Dia mengakhiri kisahnya dengan memberi tahu saya bahwa dia sekarang menjadi seorang vegetarian.
Ini kisah nyata. Para penghuni lain di penjara itu mengkonfirmasikan kebenarannya kepada saya. Seekor sapi yang menangis telah mengajarkan seorang pria paling kejam tentang arti kepedulian.
Ajahn Brahm