Ketika saya memandang masa depan, ia tampak begitu terang sehingga menyilaukan mata saya. Oprah Winfrey
______________________________________________________________________

Gadis yang melawan badai salju (Story)

Tanggal 15 Maret, Di barat laut tampak mendung menggantung di atas cakrawala. Tiba-tiba, Miner berkata, "Kaugiring ternak masuk ke kandang. Aku akan ke sekolah menjemput anak-anak. Aku khawatir melihat awan itu." Miner mengumpulkan pakaian yang biasa dipakai saat ada badai, memakaikan pelana pada kit, kudanya yang terbaik, lalu menungganginya ke jalan yang dipenuhi lumpur salju menuju ke sekolah yang berjarak sekitar empat kilometer.

Sesampainya di sekolah "Hai, Ayah!" seru Hazel Miner yang berusia lima belas tahun. Dia menoleh kepada adik lelakinya, Emmet, sebelas tahun, dan adik perempuannya Myrdith, delapan tahun. "Tampaknya ada yang tidak percaya kita bisa pulang sendiri mengendarai si Tua Maude!" Ayahnya tersenyum sebentar. "Cepat! pakai baju hangatmu - ini syal ekstra. "Hazel membungkuk, mengencangkan sepatu adik perempuannya dan berkata kepada emmet, "jangan lupa buku sejarahmu. " Hazel benar-benar bisa diandalkan, pikir Miner. Putrinya itu selalu bertindak melampaui yang diharapkan. "Diam di situ! Ayah akan mengambil Kit dan berjalan di depan."

Tiba-tiba kuda betina itu tersentak karena suara guntur mengagetkannya, berputar haluan . Hazel yang terjengkang nyaris tidak menyadari bahwa Maude bergerak ke arah yang berlawanan. Dia berteriak kepada kedua adiknya yang memperhatikannya dengan mata terbelalak, "Jangan cemas, kita akan mengalahkan ayah dan Kit dan sampai di rumah lebih dulu!

Di tengah perjalanan Hazel tak berdaya mengendalikan kuda itu, karena tali kekangnya terlepas dan tak dapat diraih. Akhirnya kudanya melambat dan berjalan, lalu berhenti. Emmet berseru, "sudah sampai di rumah ? kita mengalahkan Ayah ?" Hazel turun ke salju. Karena sulit melihat ke sekitarnya, dia tidak tahu apakah mereka berada di jalan atau di padang. Alam di sekitarnya tampak putih berbusa, lautan yang luas, yang seakan-akan hendak melahap mereka semua. Dengan napas tersengal-sengal, dia merangkak kembali ke kursi sais sambil memegang tali kekang. " Tidak, kita belum sampai di rumah, tapi kurasa sudah dekat. Sekarang Maude sudah tenang, dan dia pasti tahu jalan."

Suatu kali Maude melangkah ke dalam lubang dangkal yang dipenuhi air karena salju yang sudah mencair dan tersedak oleh es dan salju baru. Tali kekangnya lepas dan Hazel turun ke gundukan salju yang dingin, memasukkan tangannya ke dalam air yang sedingin es, mencari-cari tali kekang dan mengencangkannya kembali. Pada saat dia berhasil menarik Maude keluar dari genangan air itu, tubuhnya basah kuyup sampai sebatas pinggang dan pakaiannya berubah menjadi seperti baju perang yang berat

Keretanya terus berjalan sampai ketika tiba-tiba tersungkur menabrak halangan yang tak terlihat. Kereta itu terbalik dan anak-anak terlempar keluar dari bawah penutup kanvas itu. Sekali lagi Hazel dan Emmet turun. Tanpa bisa melihat apa-apa, mereka mendorong, mendesak, dan menarik. Kereta itu, yang terjebak dalam salju, terlalu berat sehingga keduanya tidak sanggup menegakkannya kembali.

Dalam kegelapan yang mencekam itu, Hazel sadar bahwa dia harus berpikir - semuanya terserah padanya, anak yang tertua. Dia meraba-raba ke dalam kanvas. "Lihatlah," katanya, " kita sedang berada di dalam gua kecil. Kita akan membuatnya nyaman." Karena kereta terguling, dasar kereta yang sempit dari kayu itu membentuk dinding rendah ke arah timur, dan penutup kanvas, yang tidak ada tirainya di ujung-ujungnya, dibuat menjadi tenda mirip terowongan. Di dalam gelap, Hazel menemukan selimut dan jubah. Meskipun tangannya sudah terasa beku, dia membentangkan kedua selimut itu di "lantai" kanvas. Menuruti perintahnya, Emmet dan Myrdith berbaring, saling berpelukan erat. Angin menderu-deru di bagian terbuka yang menghadap ke utara, dan Hazel berusaha membuat tirai dengan jubah dulu. Tirai itu terus melambai-lambai. Angin yang ganas meniup penutup kanvas.

Hanya ada satu cara untuk membuat penutup itu tidak terbang - memberatinya dengan tubuhnya. Sekarang tidak ada lagi penghalang di antara ketiga anak itu dan badai salju, kecuali papan yang menggantung dari bingkai kayu. Hazel bangkit. "Emmet! Myrdith!" teriaknya. "Jangan memejamkan mata. Ayo, kalian harus saling pukul! Akan kuhitung sampai seratus. Gerakkan kakimu ke atas dan ke bawah seperti sedang berlari. Ayo mulai - satu, dua, tiga - " dia bisa merasakan tubuh yang kecil bergerak di bawah tubuhnya. Dia juga berusaha menggerak-gerakkan tubuhnya ; otaknya memerintahkan kakinya, tapi dia tidak tahu apakah kakinya menuruti perintah itu.

"Aku sudah cape. Boleh berhenti?" tanya Myrdith dengan suara memelas yang hampir tak terdengar. "Tidak boleh! Hazel menjawab dengan tegas. " Kita baru menghitung sampai tujuh puluh satu."
Selanjutnya, Hazel memerintah lagi, " Buka dan tutup jari-jemarimu seratus kali di balik sarung tanganmu."
Emmet menjulurkan kepalanya keluar dari bawah jubah. "Ayo, Hazel, kamu ikut ke dalam selimut di sini. Masih ada ruangan."
"Tidak, tidak bisa." Pakaiannya yang hangat meskipun sudah berselimutkan es masih bisa menghangatkan kedua adiknya. "Semuanya bisa tertiup angin. Aku harus menjaganya. Lagi pula, aku tidak terlalu kedinginan. Ayo kita nyanyikan 'Amerika yang Cantik' seperti waktu senam pagi tadi."

Dari bawah jubah terdengar suara anak-anak dan nyanyian yang mereka nyanyikan tadi pagi - tetapi, rasanya sudah seperti seratus tahun yang lalu. "Ayo kita berdoa supaya Tuhan menolong kita," usul Myrdith. "Sekarang aku berbaring hendak tidur", katanya memulai.
Hazel menyela, "Tidak, jangan lagu yang itu. Kita berdoa 'Bapa Kami' saja." Dengan takzim mereka membaca doa itu.

Sepanjang malam yang panjang itu, Hazel terus memberi perintah melakukan senam, bercerita, menyanyi, berdoa. Beberapa kali dia duduk dalam salju yang amat sangat dingin dan memaksa jari-jemarinya yang nyaris lumpuh untuk memecahkan bunga es yang terbentuk di kaki Emmet dan Myrdith; kemudian dia menyikat dan mengikis serpihan itu.

Dia terus-menerus berkata kepada kedua anak itu, "Ingat, kalian tidak boleh tidur - meskipun kalian sangat mengantuk. Kalian harus selalu saling membangunkan! Janji?"
Keduanya berjanji.
Berulang-ulang Myrdith mengajukan pertanyaan : "Kenapa Ayah tidak mencari kita?"

Setelah Miner membunyikan alarm melalui kabel desa itu. Hampir empat puluh orang mempertaruhkan nyawa mereka, yang segera bergerak perlahan, dengan gigih, mengarungi padang dan jalanan antara tanah pertanian Miner dan sekolah. Mereka berhenti sejenak di beberapa tanah pertanian untuk berganti tim, menangani sengatan dingin, meneguk kopi, menyusun rencana baru.

Keesokan paginya, salah satu kelompok melaporkan bahwa mereka melihat jejak kereta kuda kecil yang keluar dari gerbang selatan sekolah - yang sebelumnya tertutup salju. Pada jam dua siang hari selasa, dua puluh lima jam sejak anak-anak Miner hilang, para pencari melihat sesuatu di sebuah ladang, kira-kira tiga kilometer di selatan sekolah. Ternyata sebuah kereta kuda yang terguling. Di dekatnya seperti penjaga, seekor kuda yang mirip hantu berdiri tanpa bergerak, tetapi masih hidup. Mereka melihat sebuah gundukan yang diselimuti salju di bawah lengkungan kayu yang tidak berpenutup.

Tampak tubuh kaku seorang gadis yang menelungkup, dengan jubah yang tidak dikancingkan, yang terbuka lebar. Lengannya memeluk kedua adiknya, melindungi dan memeluk mereka dalam kematian, seperti yang dilakukannya ketika masih hidup.

Dengan lembut, para pencari itu mengangkatnya, lalu perlahan-lahan melepaskan jubah yang kusut itu dan merobek potongan kanvas yang ditahannya dengan tubuhnya. Di bawahnya tampak Myrdith dan Emmet, yang bengong dan separuh beku, tapi masih hidup. Mereka telah berjanji untuk tidak tidur karena Hazel tahu bahwa kalau keduanya tidur, mereka tidak akan pernah bangun lagi.

Sekarang, di pekarangan gedung pengadilan di kota Center, kata-kata berikut ini ditatah pada sebuah dinding monumen dari granit, seperti tantangan, di atas dataran:

Helen Rezatto

Untuk Mengenang
Hazel Miner
11 April 1904 - 16 Maret 1920
Bagi yang meninggal, sebuah tanda penghormatan
Bagi yang hidup, sebuah kenangan
Bagi keturunannya, sebuah inspirasi
Kisah tentang kehidupan dan tentang dirinya
Kematian yang tragis tercatat dalam
Arsip Oliver Country
Orang asing, bacalah